MENGENAL LEBIH JAUH HAK KLIM JAMINAN KECELAKAAN KERJA (JKK) TASPEN

Pada medio tahun 2019 yang telah lalu, bidang Mutasi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sulawesi Tengah melalui Sub Bidang Pensiun menuntaskan satu klim pembayaran Jaminan Kecelakaan Kerja bagi ahli waris Alm. Mohamat Imanuddin, SH., M.Si, ASN yang mengabdi pada Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Prov. Sulteng, Alm. Meninggal dalam tugas dalam penerbangan dari Jakarta menuju Palu. Adapun dana manfaat yang diterima oleh Ahli Waris Hafida dan Zikri yang merupakan putri dan putra dari Alm. Mohamat Imanuddin yaitu berupa Tabungan Hari Tua, Asuransi Kematian, Uang Duka Tewas, Santunan Kematian, Bantuan Pemakaman, dan beasiswa anak kepada 2 orang anak. Dana Jaminan Kecelakaan Kerja yang diberikan kepada ahli waris tersebut sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 Tentang Jaminan Kecelakaan Kerja Dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara.

Dalam PP Nomor 70 Tahun 2015 dijelaskan bahwa Jaminan Kecelakaan Kerja yang selanjutnya disingkat JKK adalah perlindungan atas risiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berupa perawatan, santunan, dan tunjangan cacat. Sementara dalam PP Nomor 66 Tahun 2017 dijelaskan lebih jauh bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2Ol4 tentang Aparatur Sipil Negara mengamanatkan Pemerintah untuk memberikan perlindungan berupa JKK dan JKM bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara. Perlindungan tersebut bertujuan  memberikan jaminan terhadap risiko yang mungkin terjadi dialami oleh Peserta dalam menjalankan tugas dan fungsinya menyelenggarakan pemerintahan umum dan pelayanan publik. Kecelakaan kerja  sendiri dalam PP Nomor 70 Tahun 2015 Pasal 8 didefinisikan sebagai kecelakaan yang terjadi:

  1. dalam menjalankan tugas kewajiban;
  2. dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga kecelakaan itu disamakan dengan kecelakaan yang terjadi dalam menjalankan tugas kewajibannya;
  3. karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab ataupun sebagai akibat tindakan terhadap anasir itu dalam melaksanakan tugas;
  4. dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya; dan/atau yang menyebabkan Penyakit Akibat Kerja.

Lebih jauh mengenai kepesertaan, kewajiban, hingga manfaat dari program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), bahwa kepesertaan program JKK seperti yang termaktub dalam Pasal 4 PP Nomor 70 Tahun 2015 adalah ASN dalam hal ini Pegawai ASN yang menerima Gaji yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kecuali Pegawai ASN di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Pegawai ASN di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam hal ini yaitu CPNS, PNS, dan PPPK (Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja). Manfaat dari JKK meliputi Perawatan, Santunan, dan tunjangan cacat (Pasal 9 huruf a PP Nomor 70 Tahun 2015). Perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a PP Nomor 70 Tahun 2015, dalam pasal setelahnya yaitu Pasal 10 PP Nomor 70 Tahun 2015, diberikan sesuai kebutuhan medis yang meliputi:

  • pemeriksaan dasar dan penunjang;
  • perawatan tingkat pertama dan lanjutan;
  • rawat inap kelas I rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta yang setara;
  • perawatan intensif;
  • penunjang diagnostik;
  • pengobatan;
  • pelayanan khusus;
  • alat kesehatan dan implant;
  • jasa dokter/medis;
  • operasi;
  • transfusi darah; dan/atau
  • rehabilitasi medik.

Yang menarik hak manfaat di atas tetap berlaku apabila peserta yang didiagnosis menderita Penyakit Akibat Kerja berdasarkan surat keterangan dokter berhak atas manfaat JKK meskipun telah diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun atau diputus hubungan perjanjian kerja dengan hormat sebagai PPPK. Hak atas manfaat JKK diberikan apabila penyakit akibat Kerja timbul dalam jangka waktu paling lama 5 (lima tahun) terhitung sejak tanggal diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun atau diputus hubungan perjanjian kerja dengan hormat sebagai PPPK. Hal tersebut termaktub dalam pasal 12 PP Nomor 70 Tahun 2015. Selain perawatan, manfaat yang diterima peserta JKK yaitu santunan. Santunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 PP Nomor 70 Tahun 2015, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 13 yaitu meliputi:

  • penggantian biaya pengangkutan Peserta yang mengalami kecelakaan kerja ke rumah sakit dan/atau ke rumah Peserta, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;
  • santunan sementara akibat kecelakaan kerja;
  • santunan cacat sebagian anatomis, cacat sebagian fungsi, dan cacat total tetap;
  • penggantian biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan/atau alat ganti (prothese) bagi Peserta yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja;
  • penggantian biaya gigi tiruan;
  • santunan kematian kerja;
  • uang duka tewas;
  • biaya pemakaman; dan/atau
  • bantuan beasiswa.

Santunan kematian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf f diberikan kepada ahli waris dari peserta yang tewas. Pemberian santunan kematian kerja dan uang duka tewas kepada ahli waris sesuai ketentuan pada Pasal 19 ayat 1 diberikan dengan ketentuan:

  1. Peserta yang tewas dan meninggalkan istri yang sahatau suami yang sah, ahli waris yang menerima adalah istri yang sahatau suami yang sah dari Peserta;
  2. Peserta yang tewas dan tidak meninggalkan istri yang sahatau suami yang sah, ahli waris yang menerima adalah Anak; atau
  3. Peserta yang tewas dan tidak meninggalkan istri yang sah, suami yang sah atau Anak, ahli waris yang menerima adalah Orang Tua.

Selain santunan kematian kerja, santunan lainnya yaitu santunan biaya pemakaman, tunjangan cacat, dan beasiswa bagi ahli waris yang merupakan anak dari peserta yang tewas dalam kecelakaan kerja yang detailnya termaktub dalam PP Nomor 70 Tahun 2015 dan PP Nomor 66 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015. Adapun untuk santunan biaya pemakaman yang termaktub dalam Pasal 19 Ayat 2 adalah sama dengan pada Pasal 19 ayat 1 ditambah 1 ketentuan lagi pada huruf (d) yaitu “Peserta yang tewas tidak meninggalkan istri yang sah, suami yang sah, Anak, atau Orang Tua, ahli waris yang menerima adalah ahli waris lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.