Rubrik Fungsional : KIPRAH DAN PERAN DOKTER HEWAN INDONESIA DALAM MEMBANGUN NEGERI

Dokter hewan adalah salah satu profesi yang telah lama ada dan berkiprah membangun Indonesia. Namun pemahaman dan pengetahuan masyarakat mengenai apa, bagaimana kiprah dan peran dokter hewan dalam membangun negeri masih harus terus disosialisasikan secara baik.

Profesi dokter hewan atau veteriner umumnya hanya dikenal sebagai orang yang berperan dalam mencegah hewan agar tidak terinfeksi penyakit dan mampu menanggulangi penyakit melalui terapi, eradikasi, dan lain-lain. Padahal, tidak hanya itu, profesi ini juga memegang peran sangat penting dalam kehidupan manusia. Dokter hewan juga berkontribusi dalam bidang-bidang yang krusial, seperti keamanan bahan pangan asal hewan, penanggulangan penyakit-penyakit menular zoonotik dan non-zoonotik, pengembangan dan penelitian untuk kedokteran perbandingan, dan lain-lain. Kewajiban dokter hewan adalah menjamin  penyediaan pangan asal hewan dari hulu sampai ke hilir, dari kandang sampai meja makan agar konsumen mendapatkan pangan yang ASUH (Aman-Sehat-Utuh-Halal). Memastikan pula bahwa pangan asal hewan yang dipotong secara Islami atau halal  dan juga bebas dari  penyakit hewan menular (PHM) zoonosis, zat-zat kimia berbahaya, hormon, maupun residu antibiotika (thayyib).

Tulisan ini bertujuan untuk mengenalkan profesi Dokter Hewan dalam arti luas sebagai profesi yang telah lama dan banyak berkarya untuk negeri tercinta. Sekaligus sebagai refleksi dalam rangka ulang tahun organisasi profesi Dokter Hewan Indonesia yaitu PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia) ke 69 yang jatuh setiap tanggal 9 Januari. Bertepatan pula dengan momen Hari Raya Idul Adha 2022 dengan ritual penyembelihan hewan kurban didalamnya dan maraknya informasi tentang Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) semakin mempopulerkan eksistensi veteriner.

Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) adalah organisasi profesi dokter hewan di Indonesia yang mewakili dan melayani kepentingan profesi veteriner/dokter hewan Indonesia. Bersifat independen dan non profit. PDHI bertujuan untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan hewan serta pengamanan produk asal hewan demi kesehatan dan kesejahteraan manusia  (Manusya Mriga Satwa Sewaka).

PDHI merupakan kelanjutan organisasi Perhimpunan Ahli Kehewanan yang telah berdiri sejak awal kemerdekaan. Pada kongresnya di Lembang, Jawa Barat pada tanggal 9 Januari 1953, sepakat merubah diri menjadi Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) sebagai organisasi profesi dokter hewan Indonesia. Sampai tahun 2020 PDHI telah memiliki 52 cabang di seluruh Indonesia dan memiliki 20 Organisasi Non Teritorial.  PDHI juga merupakan anggota Organisasi Kesehatan Hewan Dunia  yaitu OIE (Office International des Epizooties) yang berpusat di Paris.

Kiprah Dokter Hewan Indonesia

Dunia kedokteran hewan Nusantara dimulai dari masa penjajahan Belanda pada tahun 1820 saat R.A. Coppicters, dokter hewan asal Belanda datang ke Hindia Belanda dengan tugas menangani kuda milik pasukan militer pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1851, tercatat beberapa dokter hewan Belanda di Indonesia.Organisasi dokter hewan pertama pun berdiri pada tahun 1884 dengan nama Nederland-Indische Vereeniging voor Diergeneeskunde untuk mengatasi wabah-wabah penyakit hewan yang melanda Hindia Belanda. Mulai dari sampar sapi pada tahun 1875, antraks dan septisemia epizotik pada 1884, surra pada 1886, dan penyakit mulut dan kuku pada 1887. Sedangkan Dokter Hewan pribumi pertama adalah Dokter Hewan Johannes Alexander Kaligis, lulus dari ”Inlandsche Veeartsenschool” (Sekolah Dokter Hewan Bumiputra) pada tahun 1910.

Sesuai dengan bidang ilmu kedokteran hewan (veteriner) maka dokter hewan banyak berkiprah dan bekerja di bidang Pengendalian Hama dan Penyakit Hewan, Pengendalian Penyakit Zoonosis, Pengawasan PAH (Pangan Asal Hewan) dan Pengawasan POH (Produk asal Hewan), Karantina, Peternakan, Hewan Kesayangan (Pet), Konservasi Satwa dan bidang kesehatan masyarakat veteriner. Dalam perjalanannya, peran veteriner sudah jauh lebih luas. Mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi.

Di bidang kesehatan global (one health), salah satu peran dokter hewan adalah  menjamin kesehatan hewan dan produk asal hewan untuk mencegah penyakit zoonosis. Zoonosis adalah penyakit yang menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Peran ini sangat strategis karena lebih dari 60 persen penyakit menular (infeksius) pada manusia merupakan penyakit zoonotik atau dapat dikatakan berasal dari hewan. Serta 75 persen penyakit menular yang baru muncul (emerging) pada manusia dikategorikan penyakit zoonotik. Beberapa penyakit zoonotik yang sempat mewabah di Indonesia adalah Rabies, Flu Burung, Leptospirosis, Brucellosis dan Anthrax.

Dalam dunia pemerintahan (manajemen kepegawaian) dikenal Jabatan Fungsional khusus bagi dokter hewan yaitu Medik Veteriner dan Dokter Hewan Karantina. Disamping itu mereka dapat juga  menduduki jabatan-jabatan lain sesuai bidang kerjanya. Dalam kemiliteran, dikenal dokter hewan militer yang bertugas di pasukan kavaleri berkuda, food quality, Propang (produksi pangan) dan bidang lain yang sesuai profesi veteriner. Mayor drh. Joko Suranto dan Letkol Udara Maria Mangapulina adalah dokter hewan yang bekerja di bidang kemiliteran. Sedangkan dalam dunia Kepolisian dikenal Detasemen/Unit K9 (Polisi Anjing Pelacak) yang tentunya membutuhkan profesi dokter hewan. Dokter Hewan yang berkiprah di Polri diantaranya adalah drh. Martono, MPH, AKBP Himatul Quraizin, Kompol drh. Chaindraprasta Saleh, AKBP. Drh. FDH Priyono Teguh Widyatmoko.

Dokter hewan juga aktif mengembangkan ilmu dengan menjadi akademisi, beberapa Universitas bahkan pernah dipimpin oleh Rektor yang berlatar dokter hewan. Diantaranya adalah Rektor Universitas Padjajaran (Prof. DR. drh. Maman Rukmana 1984-1998); Rektor Universitas Lampung (Prof. DR. drh. Margono Slamet, 1981-1990); Rektor Universitas Nusa Cendana Kupang (Prof. DR. drh. Mozes Toliehere),  Rektor Universitas Jenderal Sudirman (Prof. DR. drh. R. Djanuar); Rektor Universitas Syah Kuala Aceh (Prof. DR. drh. Abdullah Alie); Rektor Universitas Atmajaya Jakarta (Prof. DR. drh. FG Winarno); Rektor Universitas Juanda Bogor (Prof. DR. drh. Asikin dan Drh. Abadi Sutisna,MS).

Dalam keilmuan dan penelitian dikenal juga beberapa dokter hewan Indonesia yang aktif meneliti dan diakui dunia. Diantaranya adalah Prof. drh. Soeparwi yang menemukan penularan Anthrax pada manusia; Prof. DR. drh. Tanjung Adiwinata, penemu cacing penyebab penyakit Kaki Gajah ( Stephanofilaria sp), Prof. DR. drh. CH Nidom peneliti virus flu burung, Ketua Tim Pakar sekaligus Juru Bicara Satgas Penanggulangan COVID 19 Nasional  adalah seorang dokter hewan epidemiolog yaitu Prof. drh. Wiku Adisasmito, MSc. Ph.D.

Berlatar veteriner tidak melulu harus berkecimpung dibidang perhewanan. Banyak nama populer di area pengabdian lain yang ternyata berpendidikan dokter hewan. Dunia kesusastraan kita mengenal drh. Marah Rusli, sastrawan pengarang  Novel “Siti Nurbaya” yang adalah juga seorang dokter hewan lulusan FKHP-UI Bogor. Disamping berpraktek sebagai dokter hewan, beliau juga seorang sastrawan yang banyak menghasilkan karya sastra. Marah Rusli menulis novel Siti Nurbaya ketika bertugas di Indonesia bagian Timur. Marah Rusli berpraktek sebagai dokter hewan selama 34 tahun di Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Semarang, Solo, dan Klaten. Sesudah pensiun beliau diminta mengajar selama delapan tahun di Bogor sampai 1960. Sastrawan Taufiq Ismail juga merupakan dokter hewan lulusan dari FKHP-UI Bogor pada tahun 1963. Penulis novel  “Naga Bonar” yang terkenal dan difilmkan, yaitu Asrul Sani juga merupakan seorang dokter hewan yang menekuni dunia kesusastraan.

Jelas terlihat begitu banyak peran dan kiprah dokter hewan Indonesia. Dalam berbagai bidang area pengabdian. Menunjukkan begitu besar peluang bagi para dokter hewan dan calon dokter hewan untuk meneruskan dan melanjutkan karya berikut kiprahnya membangun negeri. Peluang dan kebutuhan dokter hewan di Indonesia masih sangat terbuka lebar. Jumlah dokter hewan di Indonesia saat ini lebih kurang 13.000 orang dengan bidang kerja yang sangat beragam. Mulai dari sektor swasta (aquatic; poultry/perunggasan paling banyak), pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (konservasi satwa liar) dan berbagai bidang lainnya termasuk sport dan pariwisata. Kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan pangan asal hewan dan produk hewan berkualitas yang semakin meningkat, baik kuantitas maupun kualitas, sangat membutuhkan pelibatan profesi dokter hewan. Sementara, setiap tahun hanya ada sekitar 700 – 800 dokter hewan baru yang dihasilkan dari 11 Fakultas Kedokteran Hewan/Program Studi Kedokteran Hewan yang ada di Indonesia.

Namun selain peluang yang ada, dokter hewan ditantang untuk selalu meningkatkan kompetensi keprofesiannya agar dapat menghadapi perkembangan yang ada. PDHI sebagai organisasi profesi sangat bertanggungjawab untuk terus meningkatkan kompetensi anggotanya. Oleh karena itu PDHI  bersinergi dengan Program Pendidikan Dokter Hewan seluruh Indonesia telah membuat dan mengeluarkan panduan Ujian Sertifikasi Kompetensi Dokter Hewan Indonesia. Ujian Sertifikasi Kompetensi diharapkan bisa meningkatkan kompetensi dokter hewan Indonesia. Dengan kompetensi yang dimilikinya maka dokter hewan akan semakin bersemangat untuk berkiprah dan berperan dalam membangun negeri tercinta. VIVA DOKTER HEWAN INDONESIA…..