MEMBANGUN “PERSONAL BRANDING“ FUNGSIONAL TENAGA PEMERIKSA
Oleh Rini Apsari Lamakampali
(Auditor Ahli Madya Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah)
“Personal Branding“ atau dikenal dengan istilah reputasi, persepsi atau nilai diri adalah cara atau strategi untuk membangun citra yang baik ditengah masyarakat. Personal Branding tidak hanya diperuntukkan bagi pemilik bisnis, tetapi setiap individu dasarnya membutuhkan “branding” baik dari tenaga fungsional pemeriksa, peneliti, programmer, pengusaha, ASN dan profesi lainnya.
Beberapa definisi personal branding yang bisa ditemukan dalam literatur (Peters, 1997; Hansen, 2007; Montoya, 2005a; McNally & Speak, 2003, Aruda, 2007) memberikan pengertian bahwa personal branding merupakan :
- Sebuah persepsi atau emosi yang dijaga dalam kondisi baik oleh diri sendiri dan bukan orang lain.
- Sebuah refleksi tentang siapa diri kita dan apa yang kita percayai dan diekspresikan dengan apa yang kita lakukan dan bagaimana kita melakukannya. Mempengaruhi bagaimana orang lain memandang anda.
- Tentang orang lain memandang nilai yang anda miliki.
- Mencipakan sejumlah harapan dan asosiasi dalam pikiran target audiens.
- Sebuah gambaran tentang diri sendiri yang diinginkan dalam semua kegiatan yang dilakukan.
Saat ini bagaimanakah reputasi atau persepsi (Personal Branding) fungsional tenaga pemeriksa lingkup Inspektorat Daerah baik tingkat Provinsi, Kabupaten maupun Kota dimata publik serta organisasi perangkat daerah yang notabene sebagai auditi ? Tidak bisa kita pungkiri bahwa publik maupun OPD memberikan persepsi yang kurang baik terhadap fungsional tenaga pemeriksa. Diakibatkan perilaku oknum, satu atau beberapa fungsional tenaga pemeriksa yang tidak menjalankan prosedur standar audit dalam melakukan pemeriksaan. Misalkan melakukan barter temuan dengan OPD/auditi, menerima amplop “ucapan terima kasih“ dan perilaku lainnya yang tidak sesuai dengan kode etik sebagai tenaga pemeriksa. Akibatnya persentase kepercayaan publik atau OPD terhadap fungsional tenaga pemeriksa sangat rendah.
Tentu hal tersebut tidak boleh dibiarkan. Perlu ada upaya untuk meminimalisir terjadinya hal demikian. Sehingga reputasi pemeriksa tidak semakin terjun bebas. Pada kondisi ini, maka menjadi menarik untuk mengetahui cara membangun reputasi termasuk manfaat darinya.
Membangun personal branding Pemeriksa
Adapun cara membangun “personal branding“ untuk fungsional tenaga pemeriksa adalah pertama mengenal diri sendiri, mengetahui “ passion“ kesukaaan dan minat berada dibidang mana. Ajukan kepada diri sendiri pertanyaan semacam berikut :
- Apa yang memotivasi saya menjadi fungsional tenaga pemeriksa ?
- Di bidang apa saya unggul ?
- Apakah pekerjaan pemeriksaan menjadi daya tarik tersendiri buat saya ?
- Apakah saya memiliki rasa “kepo” untuk memperbaiki ?
- Ke arah mana karir yang ingin saya tertuju ?
- Apa dampak yang ingin saya berikan ?
Sehingga memilih karir sebagai fungsional tenaga pemeriksa bukan sekedar karena adanya penyesuaian/inpassing guna memenuhi kebutuhan organisasi. Sebagaimana yang dilaksanakan selama ini oleh instansi pembina yaitu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maupun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Kedua dengan menjadi individu berkualitas dengan tujuan hidup yang jelas. Purpose atau tujuan hidup terkait dengan nilai–nilai keyakinan utama yang kita percayai. Nilai–nilai keyakinan akan membuat diri menjadi pribadi yang jujur, adil, mandiri, sederhana dan berani menolak “upeti“ dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Pemeriksa siap mental mencari rezeki dengan cara yang benar dan halal. Ketiga, pemeriksa harus memiliki keahlian atau skill. Keahlian dapat dipelajari dan ditekuni untuk memberi solusi bagi auditi/OPD. Pemeriksa harus mempunyai keahlian khusus yang dapat dikuti melalui pelatihan–pelatihan yang bersertifikasi.
Keempat, menentukan produk. Bentuk yang ditawarkan seorang pemeriksa pastinya dalam bentuk jasa bukan barang. Jasa keahlian baik diaspek pengadaan barang jasa, keuangan, manajemen resiko, sistem pengendalian internal pemerintah, kecurangan (fraud) dan lain-lain. Pemeriksa yang ahli bisa dipercaya oleh masyarakat maupun atasan.
Kelima, adalah identitas. Pemeriksa dengan pribadi yang jujur, adil, mandiri, sederhana dan berani serta memiliki keahlian yang khusus dengan senantiasa memberikan jasa yang terbaik, tentu akan diingat oleh orang lain atau auditi. Identitas sebagai pemeriksa baik dan profesional yang akan dikenal dan diingat oleh auditi. Membangun reputasi pemeriksa adalah tentang membuat orang selalu ingat siapa kita dengan perilaku dan kemampuan–kemampuan.
Keenam yaitu interaksi, tenaga fungsional pemeriksa selalu berinteraksi dengan auditi/ OPD, mulai dari pimpinan hingga staf. Mengapa harus berinteraksi dengan mereka ? karena auditi/OPD yang akan mendapatkan manfaat dari kemampuan kita. Bagaimana tenaga pemeriksa berinteraksi dengan auditi, mulai dari bertutur kata, perilaku pemeriksa dan memperlakukan auditi. Hal–hal baiklah yang akan diingat oleh auditi /OPD.
Manfaat
Manfaat “personal branding“ pertama yaitu meningkatkan kepercayaan diri sebagai fungsional tenaga pemeriksa dengan kemampuan dan fokus dibidang pemeriksaan dengan keahlian tertentu. Membangun “branding diri“ sebagai fungsional tenaga pemeriksa bukanlah sesuatu yang instan, tetapi merupakan proses yang dibangun dari waktu ke waktu untuk menjadikan diri lebih baik dan bermanfaat untuk masyarakat/OPD. Kedua, meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap Inspektorat Provinsi/Kabupaten /Kota. Adanya “personal branding” yang dibangun setiap induvidu fungsional tenaga pemeriksa, akhirnya menaikkan “value“ / nilai Inspektorat yang akan berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah, baik kinerja keuangan maupun non keuangan.
Akhirnya apa yang menjadi tanggungjawab fungsional tenaga pemeriksa dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Yaitu memberikan assurance (keyakinan) yang independen dan objektif bagi operasional, manajemen resiko, pengendalian dan good governance (tata kelola pemerintahan). Serta bisa sebagai jasa konsultan bagi atasan maupun organisasi perangkat daerah (OPD).