MENGENAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN HEWAN

Sulawesi Tengah sebagai salah satu kantong ternak di Wilayah Tengah Indonesia, dalam pengembangannya perlu didukung oleh semua stakeholder dan profesi di bidang peternakan. Salah satu  profesi yang diperlukan dalam mendukung pengembangan peternakan adalah Dokter Hewan. Sayangnya, keberadaan profesi Dokter Hewan ini tergolong masih langka di Provinsi Sulawesi Tengah. Tulisan ini berisi tentang apa, dimana dan bagaimana sebenarnya pendidikan yang harus ditempuh untuk mencapai gelar Dokter Hewan. Informasi ini, diharapkan akan semakin menarik minat generasi muda Sulawesi Tengah untuk memilih profesi sebagai Dokter Hewan. Yang nantinya dapat semakin membantu memajukan dunia peternakan di Sulawesi Tengah.

Sejarah Pendidikan Kedokteran Hewan

Pendidikan Kedokteran Hewan atau Fakultas Kedokteran Hewan merupakan salah satu fakultas tertua di Indonesia. Namun keberadaanya kurang dikenal secara benar oleh masyarakat termasuk para calon mahasiswa baru. Pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah pendidikan sarjana (S-1) yang biasanya ditempuh selama delapan semester, dengan gelar Sarjana Kedokteran Hewan (S.K.H.). Tahap kedua adalah pendidikan profesi (coass) yang biasanya memerlukan waktu 1,5 tahun. Setelah menyelesaikan koas, seseorang baru akan mendapatkan gelar Dokter Hewan (drh).

Pendidikan kedokteran hewan di Indonesia dimulai sejak jaman penjajahan Hindia Belanda. Pada saat itu Dokter Hewan merupakan profesi yang sangat dibutuhkan namun jumlahnya sangat sedikit. Tercatat pada tahun 1851 hanya ada dua orang dokter hewan yang notabene adalah bangsa Belanda. Sementara berbagai penyakit menular zoozosis, termasuk rinderpest dan anthrax berjangkit di Indonesia. Pendidikan Dokter Hewan di Indonesia dimulai pada tahun 1861 dengan didirikannya sebuah sekolah khusus dalam bidang kedokteran hewan oleh Pemerintahan Hindia Belanda di Surabaya.  Siswa  yang  diterima  adalah  para ”bumiputra”,  dengan  lama   pendidikan   dua tahun. Kemudian digantikan dengan pendidikan dokter hewan berupa magang pada ”Dokter Hewan Gubernemen” (Dokter Hewan Pemerintah). Dalam periode 1875 – 1880 tercatat ada sembilan pemuda ”bumiputra” yang magang pada tujuh orang dokter hewan Gubernemen (Dokter Hewan berkebangsaan Belanda), delapan orang di antaranya pada tahun 1880 diluluskan sebagai dokter hewan bumiputera.

 Pada Mei 1907 didirikan sekolah dokter hewan ”Cursus tot Opleiding van Inlandsche Veearstsen”. Lama pendidikan ditetapkan empat tahun, dan siswanya adalah lulusan HBS atau MULO (setingkat SMP sekarang) dan sekolah lain yang dianggap sederajat. Pada tahun 1910 namanya dirubah menjadi ”Inlandsche Veeartsenschool” (Sekolah Dokter Hewan Bumiputra), dan pada tahun 1914 nama diubah lagi menjadi ”Nederlands Indische Veeartsenschool” (NIVS) atau Sekolah Dokter Hewan (SDH).

Ketika Indonesia dikuasai tentara Jepang, sekolah Dokter Hewan di Bogor diberi nama Bogor Semon Zui Gakko. Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sekolah Dokter Hewan Bogor dinaikkan statusnya menjadi Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan (PTKH)  dan dibuka oleh Wakil Presiden Moh. Hatta pada November 1946.

Pada tanggal 19 Desember 1949 semua perguruan tinggi yang ada di Yogyakarta bergabung menjadi Universitit Gajah Mada. PTKH-RI pun menjadi Fakultit Kedokteran Hewan UGM. Kemudian di Bogor dibentuk Fakultas Kedokteran Hewan, Universitet Indonesia (FKH-UI), yang berkedudukan di Bogor. FKH merupakan salah satu fakultas pertama dari Universitet Indonesia.

Kemudian pada tahun 1961 Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh membuka Fakultas Kedokteran Hewan. Kemudian tahun 1972 Universitas Airlangga mendirikan Fakultas Kedokteran Hewan, dan Universitas Udayana, membuka Program Studi Kedokteran Hewan pada tahun 1983 yang berubah menjadi Fakultas pada tahun 1997.

Semakin tingginya kebutuhan akan Dokter Hewan, maka pasca reformasi beberapa Universitas membuka Fakultas atau program studi Kedokteran Hewan. Sampai sekarang di Indonesia telah mempunyai 11 universitas yang memiliki fakultas atau program studi kedokteran hewan yaitu : Universitas Syiah Kuala (Aceh), Institut Pertanian Bogor (Bogor), Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta), Universitas Airlangga (Surabaya), Universitas Wijaya Kusuma (Surabaya), Universitas Brawijaya (Malang), Universitas Udayana (Denpasar), Universitas Nusa Tenggara Barat (Mataram), Universitas Hasanuddin (Makassar), Universitas Nusa Cendana (Kupang) dan Universitas Padjadjaran (Bandung).

Pelajaran di Fakultas Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran Hewan merupakan fakultas yang menitikberatkan pada kemampuan eksakta yaitu biologi, kimia dan matematika dasar. Jenjang pertama yang harus ditempuh adalah pendidikan S1 (Strata satu) dengan masa studi selama delapan semester. Seseorang yang sudah menyelesaikan pedidikan S1 akan diwisuda dan mendapat gelar S.K.H. (Sarjana Kedokteran Hewan). Dan untuk bisa menjadi seorang Dokter Hewan, maka harus melanjutkan ke Pendidikan Profesi ( coass) dengan masa tempuh 1,5 tahun baru kemudian berhak menyandang gelar profesi Dokter Hewan (drh) setelah melalui proses pelantikan atau penyumpahan.

Matakuliah yang diajarkan pada jenjang S1 Kedokteran Hewan meliputi matakuliah Biologi, Kimia, Biokimia dan Genetika. Juga diajarkan Mata Kuliah Ilmu Tingkah Laku Hewan untuk mengetahui bagaimana ciri sikap dan perilaku masing-masing hewan dalam berbagai kondisi. Sedangkan pengetahuan tentang cara menulis dan membaca resep diajarkan dalam Ilmu Reseptir.  Pada mata kuliah anatomi makro dan mikro mempelajari bagian-bagian tubuh hewan, dan ciri khas tiap hewan. Matakuliah selanjutnya adalah Fisiologi Veteriner, Farmakologi dan Toksikologi Veteriner, Patologi Anatomi dan Patologi Klinik.  Juga diajarkan tentang epidemiologi,  Ilmu Reproduksi Veteriner, Kesehatan Masyarakat Veteriner, Parasitologi Veteriner, Mikrobiologi Veterier, Bakteriologi dan Virologi. Selain itu pada semester akhir akan dipelajari Ilmu Diagnosa Kinik Veteriner, Ilmu Bedah Veteriner, Ilmu Penyakit Hewan Kecil, Hewan Besar, Unggas dan juga Ilmu Penyakit Ikan.

Pada jenjang profesi para Sarjana Kedokteran Hewan akan melakukan Koasistensi (ko-ass) di dalam kampus dan diluar kampus atau magang di berbagai institusi seperti  Rumah sakit Hewan, Laboratorium, Instansi/dinas, dan Industri Peternakan. Masa koassistensi merupakan masa belajar untuk mengaplikasikan segala ilmu yang telah diperoleh pada kuliah S1 ke dalam dunia kedokteran hewan. Matakuliah profesi berjumlah kurang lebih 40 SKS dengan waktu selama 1,5 tahun. Koasistensi yang dilakukan meliputi Koasistensi Klinik Interna Hewan Kecil, Koasistensi Klinik Interna Hewan Besar, Koasistensi Klinik Bedah dan Radiologi, Kosistensi Reproduksi dan Kebidanan, Kosistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Administrasi Dinas  dan Koasistensi Diagnosa Laboratorik. Seorang Sarjana Kedokteran Hewan (S.K.H.) yang telah menyelesaikan masa koassistensi dan memenuhi persyaratan lain (Ujian Kompetensi, Magang/KKN Tematik) akan dilantik atau disumpah menjadi Dokter Hewan. Untuk meningkatkan kemampuan di bidang yang ditekuninya, seorang Dokter Hewan dapat melanjutkan pedidikan ke Strata 2 dan akan mendapat gelar Master Veteriner (M.Vet).

Bidang pekerjaan dokter hewan masih sangat terbuka lebar. Pilihan untuk bekerja di bidang pemeritahan sebagai ASN masih sangat terbuka. Diantaranya menjadi PNS/ASN di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Badan Karantina Pertanian, Kementrian Kehutanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan, TNI dan juga Polri. Dan seorang dokter hewan yang diangkat sebagai PNS akan langsung diangkat pada golongan IIIB. Sedangkan di sektor swasta dapat bekerja pada industri peternakan, industri obat-obatan hewan, industri farmasi, Rumah Sakit/Klinik Hewan bahkan menjadi praktisi atau praktek mandiri.

Demikian sekelumit tentang pendidikan Kedokteran Hewan, kiranya tulisan ini akan menambah pengetahuan bagi masyarakat dan khususnya bagi generasi muda dalam menentukan pilihan jurusan dan tempat kuliah. Terlebih saat tahun ajaran baru kali ini dimana banyak lulusan SMA/SMK yang akan memilih program studi untuk melanjutkan kuliah. Harapan penulis, semoga generasi muda Sulawesi Tengah akan semakin banyak yang berminat untuk menjadi dokter hewan. Dengan begitu kemajuan peternakan di daerah kita tercinta, Provinsi Sulawesi Tengah segera menjadi kenyataan.

(drh.Ekatmo Budi Santosa,S.K.H.,MM. Dokter Hewan alumni FKH-UGM; sekarang bekerja sebagai Medik Veteriner Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Sulawesi Tengah)

Pustaka : 

drh.Sudjasmiran Prodjodiharjo et all, 2010 “ Sejarah Kiprah dan Tantangan 100 Tahun Dokter Hewan Indonesia”, Jakarta,Yayasan Hemerazoa.