KONSEP DAN PERHITUNGAN USAHA BUDIDAYA IKAN NILA (Orecromis Niloticus) SISTEM BIOFLOK DI SULAWESI TENGAH

Artikel Fungsional :

KONSEP  DAN PERHITUNGAN USAHA BUDIDAYA IKAN NILA (Orecromis Niloticus) SISTEM BIOFLOK DI SULAWESI TENGAH

(Concepts And Business Calculations Of Biofloc Cultivation Of Tilapia (Orecromis Niloticus) Systems In Central Sulawesi)

Budyanto Nura Somba, S.Kel, MP.
Penyuluh Perikanan Muda
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah

ABSTRAK

Potensi sumberdaya perikanan di Sulawesi Tengah sangat melimpah, salah satunya adalah budidaya ikan laut dan ikan tawar. Budidaya ikan merupakan peluang usaha sangat menjanjikan. Pengembangan sistem bioflok menjadi alternatif pemecah masalah limbah budidaya intensif. Melalui teknologi bioflok budidaya ikan diharapkan mampu mengatasi permasalahan bagi budidaya ikan di perkotaan serta meningkatkan produksi budidaya ikan yang ramah lingkungan, berkelanjutan, serta mampu meningkatkan keberhasilan dan produksi Ikan Nila. Artikel ini merupakan ulasan konsep non-penelitian dari berbagai sumber. Tujuan penulisan artikel ini adalah menyusun sistem budidaya bioflok Ikan Nila yang sesuai dengan kondisi di Sulawesi Tengah dan tersedianya rujukan budidaya bioflok Ikan Nila di Sulawesi Tengah.

Kata kunci: Budidaya, Ikan Nila, Bioflok, Analisis Usaha

ABSTRACT

Central Sulawesi is a province that has abundant fishery resource potential, one of which is the cultivation of marine fish and fresh fish. Fish farming is a very promising business opportunity. The development of the biofloc system is an alternative solution to the problem of intensive aquaculture waste. Through fish farming biofloc technology, it is hoped that it will be able to overcome problems for fish farming in urban areas, as well as increase the production of fish farming that is environmentally friendly, sustainable, and able to increase the success and production of Tilapia. This article is a review of non-research concepts from various sources. The purpose of writing this article is to develop a tilapia biofloc cultivation system that is suitable for conditions in Central Sulawesi; and the availability of references for tilapia biofloc cultivation in Central Sulawesi.

Keywords: Aquaculture, Tilapia, Biofloc, Business Analysis

I.        PENDAHULUAN

Jumlah penduduk Indonesia semakin  bertambah  banyak. Peningkatan jumlah penduduk menimbulkan dampak  yang  cukup  luas  di  berbagai  sektor kehidupan  manusia.  Jumlah  penduduk  yang meningkat tidak hanya menuntut penyediaan pangan  tetapi  juga  peningkatan  gizi. Berbagai  upaya  telah  dilakukan  untuk meningkatkan produksi pangan dan gizi bagi masyarakat  luas.  Salah  satunya  adalah pemenuhan akan kebutuhan protein hewani. Ikan  merupakan  salah  satu  sumber  protein hewani  yang  banyak  diminati  oleh masyarakat  Indonesia  umumnya  dan Sulawesi  Tengah  khususnya.

Salah  satu upaya untuk memenuhi kebutuhan akan ikan sebagai sumber protein  hewani dengan cara peningkatan produksi perikanan melalui usaha budidaya.  Tujuan  utama  dari  kegiatan budidaya  adalah  untuk  memperoleh produksi  yang tinggi. Beberapa  hal  yang penting dalam kegiatan budidaya antara lain tersedianya benih yang baik ditinjau dari segi  kualitas  maupun  kuantitas,  cara pemeliharaan, pemberian pakan, pengaturan kualitas  air dan sebagainya.

Padat  penebaran  merupakan  faktor  yang sangat  penting  untuk  menentukan keberhasilan suatu kegiatan budidaya. Padat penebaran dalam  suatu  kegiatan  budidaya sangat  dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain ukuran benih, jenis ikan, sistem budidaya yang dilakukan. Namun biasanya semakin rendah kepadatan ikan dalam kolam budidaya maka akan mempengaruhi pertumbuhan ikan begitu pula sebaliknya (Rochdianto,  2005).  Pengembangan budidaya sistem intensif dengan penambahan kepadatan organisme yang dibudidayakan mengakibatkan kualitas air budidaya mudah menurun yang disebabkan oleh limbah hasil sisa pakan serta kotoran organisme budidaya. Senyawa yang dihasilkan mengandung nitrogen anorganik yang beracun sehingga dapat membahayakan organisme yang dibudidayakan. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan mengembangkan sistem budidaya yaitu dengan sistem bioflok.

Teknologi bioflok dilakukan dengan menambahkan karbohidrat organik ke dalam media pemeliharaan untuk meningkatkan rasio C/N dan merangsang pertumbuhan bakteri heterotrof yang dapat mengasimilasi nitrogen anorganik menjadi biomasa bakteri (Crab et al, 2007; De Schryver et al, 2008; Purnomo,  2012). Budidaya Ikan Nila dengan sistem bioflok menjadi salah satu alternatif lain yang dapat diterapkan oleh para pembudidaya ikan saat ini.

Ikan Nila merupakan jenis ikan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat serta memiliki pasar yang luas dan nilai jual yang tinggi. Ikan Nila memiliki keunggulan dibandingkan ikan lain, yaitu 1). Mudah dibudidayakan dilahan yang sempit dengan kepadatan tinggi; 2). Teknologi budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat; 3).  Pemasaran relatif mudah; 4). Modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah serta 5). Waktu pemeliharaan yang dibutuhkan relatif lebih singkat.

Melalui teknologi bioflok budidaya Ikan Nila diharapkan mampu mengatasi permasalahan bagi budidaya ikan di perkotaan khususnya budidaya Ikan Nila. Serta meningkatkan produksi budidaya budidaya ikan yang ramah lingkungan, berkelanjutan, serta mampu meningkatkan keberhasilan dan produksi Ikan Nila.

Artikel ini merupakan ulasan konsep non-penelitian dari berbagai sumber dan narasumber. Tujuan penulisan artikel ini adalah menyusun sistem budidaya bioflok Ikan Nila yang sesuai dengan kondisi di Sulawesi Tengah dan tersedianya rujukan budidaya bioflok Ikan Nila di Sulawesi Tengah

II.        TAHAPAN SISTEM BIOFLOK

2.1       Pemilihan Lokasi Budidaya

Pemilihan lokasi dalam budidaya sangatlah penting. Karena lokasi yang akan digunakan menentukan besaran kolam serta biaya operasional yang akan dikeluarkan. Pemilihan lokasi yang baik untuk budidaya dengan sistem bioflok yaitu dekat dengan sumber air, dekat dengan sumber listrik dan pemanfaatan lokasi yang teduh.

2.2       Persiapan Wadah

Budidaya sistem bioflok dapat menggunakan beberapa jenis wadah. Diantaranya kolam beton, kolam fiber maupun kolam terpal dengan ketentuan tidak membentuk sudut. Berikut adalah persiapan wadah budidaya dengan menggunakan wadah kolam bulat dari terpal. Alat dan bahan yang digunakan untuk kolam bulat yaitu : Besi anyaman (Besi Wiremesh diameter 8-10 mm) untuk rangka kolam dengan diameter 3 – 4, Fiber tipis/karpet talang/tripleks 2 mm sebagai pelapis dinding, Terpal bahan terpolin (merek dagang : Orchid) untuk dinding dan dasar kolam (dapat menggunakan terpal yang sudah terbentuk), Pipa PVC 2 inchi dan sambungan L 2 buah, lem, gunting, gergaji besi, blower (rekomendasi merk dagang:  Yasunaga), Selang aerasi (sesuai kebutuhan), batu aerasi ukuran 14 cm, paranet (jika kolam berada pada area terbuka atau tidak diatapi).

Tahapan pembuatan kolam terpal yaitu:

  1. Besi anyaman (wiremesh) dipotong sesuai ukuran yang diinginkan, kemudian kaitkan masing-masing bagian/buku-buku dengan menggunakan cincin besi/kawat pengait hingga membentuk lingkaran;
  2. Buat alas kolam dengan meratakan permukaan tanah kemudian pasang pipa center dengan menyesuaikan ukuran kolam;
  3. Kemudian pasang pelapis dinding dengan tujuan agar terpal kolam tidak mudah bocor;
  4. Selanjutnya pasang terpal kolam dengan menyesuaikan ukuran kolam lalu mengunci dan mengikatnya dengan kuat;
  5. Pasang dan atur pipa saluran pembuangan;
  6. Selanjutnya, pasang sistem aerasi dengan menyesuaikan jumlah titik pada setiap kolam dengan tekanan yang baik 30 liter/menit/titik aerasi/m3.

2.3       Persiapan Media

Penyiapan media pemeliharaan dalam sistem bioflok sangatlah penting. Dimana persiapan air media yang digunakan dalam sistem bioflok menentukan keberhasilan dari sistem ini dikarenakan sistem bioflok memanfaatkan keberadaan bakteri sebagai komponen utama pembentuk bakteri flok (gumpalan busa putih), sehingga persiapan media harus di lakukan dengan benar.

Alat dan bahan yang digunakan dalam persiapan media  (1 m3 air) yaitu :

  1. Air untuk mengisi kolam.
  2. Garam laut 1kg/m3.
  3. Molase 100 ml/m3 atau gula pasir 100 gram/m3.
  4. Probiotik 10 gr/m3.
  5. Kapur dolomit 50 gr/m3.

Tahapan penyiapan media dapat dilakukan dengan tahapan yaitu :

  1. Isi kolam dengan air dengan ketinggian 80 cm dan diaerasi;
  2. Masukkan garam yang telah dilarutkan;
  3. Kemudian larutkan kapur dolomit dan masukkan ke dalam media kolam;
  4. Selanjutnya masukkan molase yang telah dilarutkan ke dalam air;
  5. Selanjutnya masukkan probiotik yang telah dilarutkan dengan air ke dalam kolam.

2.4       Persiapan Benih

Sebelum dilakukan penebaran benih pada media kolam, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan benih ikan. Baik kondisi fisik maupun biologi ikan. Kondisi benih ikan yang akan ditebar sangatlah mempengaruhi keberhasilan budidaya apalagi sistem bioflok memanfaatkan bakteri sebagai pengurai dan pembentuk flok (gumpalan busa putih). Oleh karenanya kondisi dan kualitas benih ikan harus benar-benar baik dan layak untuk ditebar. Sehingga tingkat kegagalan dan kematian ikan dapat dikontrol dengan baik. Kriteria benih ikan yang baik memiliki beberapa aspek diantaranya yaitu : Ukuran dan bentuk tubuh benih ikan seragam, Benih terlihat aktif dan gesit, Respon terhadap pemberian pakan, dan Tidak cacat atau luka serta Tidak berpenyakit.

2.5       Penebaran Benih

Beberapa aspek penting dalam proses penebaran ikan dilakukan agar benih ikan tidak stres. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu proses aklimatisasi, waktu penebaran dan padat tebar ikan dalam kolam.

Proses aklimatisasi merupakan proses adaptasi lingkungan benih ikan dengan lingkungan baru. Proses ini dilakukan dengan tujuan agar benih ikan tidak mengalamai stres. Ikan yang stres saat penebaran akan mengakibatkan kondisi ikan memburuk, nafsu makan menurun hingga kematian pada benih ikan. Proses aklimatisasi meliputi aklimatisasi suhu dan pH.

Waktu penebaran ikan dalam proses budidaya merupakan proses yang tidak boleh dilakukan dengan sepele. Waktu penebaran ikan akan mempengaruhi tingkat stres pada ikan. Hal ini dikarenakan perbedaan suhu air kolam dan air pada media pengangkutan ikan berbeda. Waktu yang baik untuk penebaran benih ikan yaitu pada pagi dan sore hari saat suhu air kolam relatif rendah. Waktu penebaran ikan pada pagi hari dilakukan pada jam 08.00 –  09.00 sedangkan pada sore hari pada jam 15.30 – 16.30.

Padat tebar benih ikan merupakan faktor yang sangat menentukan pertumbuhan dan produksi ikan. Padat penebaran yang tinggi akan mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis ikan. Padat tebar benih pada sistem bioflok untuk Ikan Nila yaitu 25-250 ekor/m3.

2.6       Manajemen Pakan

Setelah benih ditebar ke dalam kolam, selanjutnya benih dipuasakan selama 2 hari untuk proses adaptasi dengan lingkungan baru sambil menunggu isi lambung benar-benar kosong atau bersih. Pemberian pakan Ikan Nila selama pemeliharaan 4 hari pertama, diberikan sebanyak 1% dari bobot biomasa perhari dengan frekuensi pemberian sebanyak 2 kali yaitu pada pagi dan sore hari. Selanjutnya pada hari ke 5 hingga panen Ikan Nila diberi makan sebanyak 1% – 2% bobot biomassa per hari atau secara satiasi (hingga kenyang/hingga pakan tidak dimakan lagi). Pakan diberikan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari (Sucipto, 2020).

Pakan yang diberikan pada ikan dapat difermentasi menggunakan air media bioflok/probiotik dengan cara pakan yang akan diberikan dibasahi secara merata dengan menggunakan 200 mL air media/ 1 kg pakan. Sedangkan untuk penggunaan probiotik, yaitu 2 mL probiotik yang dilarutkan ke dalam air sebanyak 250 mL air kemudian dicampur merata lalu simpan di wadah tertutup. Cara menghitung kebutuhan pakan pada ikan dapat dilakukan dengan cara :

2.7       Pengelolaan Air

Pengelolaan air sangat penting dalam usaha budidaya. Kegiatan pengelolaan air dapat dilakukan dengan cara menambahkan probiotik dan sumber carbon (C) dalam media pemeliharaan. Pemberian probiotik dan sumber C dapat dilakukan pada hari ke-5 dan ke-20 sedangkan pada hari ke-50 dan hari ke-80 hanya dilakukan penambahan sumber C.

Penambahan sumber C pada media air dapat menggunakan molase/gula pasir dengan perbandingan setiap 150 gram pakan konstanta molase/gula pasir yang diberikan yaitu sebanyak 100 mL. Jadi jika pakan yang diberikan pada ikan lebih dari atau kurang dari 150 maka dapat dihitung dengan cara :

2.8       Kualitas Air Media dan Kepadatan Flok

Pengamatan kualitas dan pembentukan flok dilakukan untuk mengetahui kualitas air yang sesuai pada media pemeliharaan maupun kondisi kepadatan flok apakah tumbuh dengan optimum. Kualitas air pada media bioflok harus sesuai dengan kebutuhan ikan. Kualitas air yang perlu dijaga dalam budidaya diantaranya suhu 25-32 oC, pH 6.5-8.5, dan oksigen terlarut (DO) >3 mg/l. Standar kepadatan flok yang baik untuk kolam bioflok dilakukan pengamatan pada hari ke-5 sampai hari ke-80. Kepadatan flok paling ideal dapat dilihat pada pengamatan pada hari ke-5 yaitu 10 ml, hari ke-20 sebanyak 20 ml, hari ke-50 sebanyak 30 ml serta pada hari ke-80 sebanyak 40 ml. Pengamatan kepadatan flok dilakukan dengan menggunakan corong inhoff.

2.9       Manajemen Pemeliharaan

Pemeliharaan Ikan Nila dengan sistem bioflok harus sangat diperhatikan untuk menunjang keberhasilan budidaya sistem bioflok. Beberapa petunjuk pemeliharaan ikan yang dapat dilakukan yaitu, pemeliharaan 4 hari pertama, dosis pakan yang diberikan yaitu sebesar 1-1.5% per total bobot biomassa/hari, pengecekan volume flok pada hari ke-5 sebelum aplikasi susulan. Pengecekan flok pada periode selanjutnya dilakukan setiap 4 hari sekali, dosis pakan hari ke-5 hingga panen dilakukan secara satiasi (sampai kenyang) atau dengan dosis normal dikurangi 25% dari bobot biomassa/hari. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari dengan kadar protein 28-30% yaitu pada pagi hari dan sore hari, Penambahan probiotik dilakukan jika volume bioflok selama bulan pertama belum mencapai 20 mL/liter. Penambahan probiotik dapat dilakukan bersamaan dengan saat aplikasi sebelumnya. Aplikasi susulan dilakukan dengan menambahkan molase atau gula pada hari ke-5, 20, 50 dan 80, Penambahan kapur dolomit dilakukan jika terjadi goncangan pH atau menurunnya pH yang cenderung asam (< 7). Kemudian penambahan air dilakukan hanya untuk mengganti air yang menguap atau mengganti air yang dikeluarkan pada saat volume bioflok melebihi standar.

III.       PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT

Penyakit didefinisikan sebagai suatu keadaan fisik, morfologi dan atau fungsi yang mengalami perubahan dari kondisi normal karena beberapa penyebab baik dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal).

            Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan penyakit secara keseluruhan antara lain :

  1. Persiapan wadah budidaya yang baik.
  2. Desinfeksi semua peralatan yang digunakan.
  3. Menjaga kualitas air pemeliharaan tetap dalam kondisi yang optimum.
  4. Melakukan penebaran dengan padat tebar yang sesuai.
  5. Seleksi benih dengan cara menggunakan benih yang sehat.

Pengobatan atau penyembuhan merupakan tindakan yang perlu dilakukan saat ikan terserang penyakit. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal pengobatan adalah :

  1. Dosis dan waktu pengobatan yang tepat (sesuai petunjuk yang tertera dalam label obat).
  2. Pengobatan dapat dilakukan dengan cara langsung pada ikan yang sakit atau melalui pakan dengan menggunakan obat yang sudah terdaftar.

Penyakit ikan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : Penyakit Klinis yang disebabkan oleh inveksi bakteri, virus, parasit serta jamur dan Penyakit Non Klinis yang terjadi akibat pengaruh lingkungan, nutrisi serta genetik pada ikan.

IV.       PANEN

Pemanenan Ikan Nila di kolam dapat dilakukan dengan cara panen sortir atau dengan panen total (semua). Panen sortir adalah dengan memilih ikan yang sudah layak untuk dikonsumsi atau sesuai dengan keinginan pasar kemudian ukuran yang kecil atau dianggap belum layak dipelihara kembali. Panen total biasanya dengan menambah umur ikan agar ikan dapat dipanen semua dengan ukuran yang sesuai keinginan pasar.

V.       PERMASALAHAN DAN SOLUSI DALAM APLIKASI TEKNOLOGI BIOFLOK

Aplikasi penerapan teknologi bioflok pada usaha budidaya Ikan Nila sering ditemukan beberapa masalah antara lain, penggunaan probiotik yang salah, air flok hitam, pengadukan aerasi yang tidak merata, air flok menimbulkan bau busuk, flok tidak terbentuk, flok terlalu kental atau padat, pemberian molase yang tidak ssteril, nafsu makan ikan menurun akibat buruknya kualitas air serta sumberdaya manusia yang belum memadai dalam menerapkan sistem bioflok.

VI.       PERHITUNGAN USAHA

Perhitungan atau analisa usaha yang diperoleh dari budidaya menggunakan bak bulat dengan diameter 4 m sebanyak 4 buah dengan nilai FCR 0,9 serta tingkat kelulushidupan ikan (SR) 90%, didapatkan keuntungan sebesar Rp. 16.050.000,- per siklus (3 bulan) nilai keuntungan mengacu pada harga jual ikan sebesar Rp.40.000,-. Sedangkan nilai keuntungan pertahunnya dengan jumlah siklus pertahunnya yaitu 4 siklus mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 64.200.000,-.

Analisa usaha dari budidaya Ikan Nila dengan sistem bioflok dapat dikelompokkan seperti tabel berikut :

Tabel 1. Perhitungan analisa ekonomi 2 buah kolam

Nilai BEP yang didapatkan dalam analisa usaha budidaya bioflok yakni Rp. 22.167,-. Jangka waktu pengembalian seluruh biaya investasi/PBP (usaha) dapat di capai dalam 3 siklus. Dengan demikian usaha ini layak dilaksanakan karena jangka waktu pengembalian investasi lebih kecil dari periode usaha.

VII.       PENUTUP

Nila merupakan komoditas perikanan yang bisa hidup dalam beragam perairan. Tidak saja dapat tumbuh baik di perairan tawar tapi juga di perairan payau dan laut. Permintaan Ikan Nila setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan Ikan Nila banyak digemari oleh masyarakat. Tidak hanya masyarakat dalam negeri tetapi juga dari luar negeri terutama Amerika Serikat (AS). Selain itu, permintaan pasar Ikan Nila yang tinggi baik Ikan Nila dalam bentuk fillet atau potongan daging tanpa tulang sebanyak 90 ton/tahun tidak sebanding dengan pasokan Ikan Nila itu sendiri.

Budidaya Ikan Nila dengan menggunakan sistem bioflok masih sangat jarang diterapkan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan SDM yang masih kurang dan pengetahuan akan sistim ini belum meluas. Instansi terkait tentunya perlu mensosialisasikan dan mengedukasi masyarakat tentang sistim ini. Termasuk Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah sebagai instansi teknis pengelolaan perikanan Sulawesi Tengah.

Dengan begitu dapat diharapkan masyarakat mampu melalukan budidaya Ikan Nila dengan menggunakan sistem bioflok yang memiliki berbagai keunggulan-keunggulan sebagaimana telah dipaparkan diatas sehingga dapat meningkatkan produksi dan penghasilan masyarakat, terutama masyarakat Sulawesi Tengah.

VIII.       DAFTAR PUSTAKA

Buku Saku Penyakit Ikan Versi : 1.0.3. LP2IL. Serang.

Crab, R., M. Kochva., W. Vestraete and Y. Avnimelech. 2007. Biofloc Techonology In Over Wintering of Tilapia. Aquaculture Engineering 40 : 105-112.

De Schryver, P.D, R. Crab, T. Defoird, N. Boon, and W.Verstraete. 2008. The Basic of Bioflock Technology : The Added Value For Aquaculture. Aquaculture 277 : 125 – 137.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah, 2020.  Penerapan Teknologi Budidaya Bioflok Ikan Nila. Sulawesi Tengah.

Direktorat Produksi dan Usaha Budidaya. 2017. Budidaya Ikan Lele Sistem Bioflok. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Faridah, Selvie. D dan Yuniati. 2019. Budidaya Ikan Lele dengan Metode Bioflok pada Peternak Ikan Lele Konvesional. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol. 1 No. 2.

Kordi. 1997. Budidaya Air Payau. Penerbit Effhar dan Dahara Prize Jakarta Barat.

Ombong, F dan Indra RNS. 2016. Aplikasi Teknologi Bioflok (BFT) Pada Kultur Ikan Nila (Orechromis niloticus). Jurnal Budidaya Perairan. Vol. 4, No. 2.

Purnomo, P.D. 2012. Pengaruh Penambahan Karbohidrat pada Media Pemeliharaan Melalui Teknologi Bioflok Terhadap Produksi Budidaya Intensif  Nila (Oreochromis niloticus). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang.

Rushaerlistyani, Dwi S. dan Sucahyo, H. 2017. Budidaya Lele dengan Sistem Bioflok. LPPM UPN. Yogyakarta.

Sagala, tr. 2019. Respon Imun Non Spesifik Ikan Nila Oreochromis niloticus yang Dipelihara dengan Sistem Bioflok dan Probiotik terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Skripsi. Bandar Lampung.

Sahwan, M. F. 2003. Pakan Ikan dan Udang, Formulasi, Pembuatan, Analisis Ekonomi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sucipto A. 2020. Materi Pelatihan Budidaya Ikan Nila Teknologi Bioflok.

Sukardi, P. Petrus, HTS. Taufik, BP. 2018. Produksi Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Sistem Bioflok dengan Sumber Karbohidrat Berbeda. Asian jurnal of Innovation and Entrepreneurship. Vol. 03, no. 2.

Suprianto, Endah, SR dan Muh. SD. 2019. Optimalisasi Dosis Probiotik Terhadap Laju Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Sistem Bioflok. Journal of Aquaculture and Fish Health. Vol. 8, No. 2.